sumber: cobadibaca.com http://www.cobadibaca.com/2013/01/cara-membuat-slide-header-di-blog.html#ixzz2yT5HaYef Under Creative Commons License: Attribution

Rabu, 26 Maret 2014

Pentingnya Mengendalikan Rasa Marah Demi Kesehatan Anda


Di dunia dimana penghuninya semakin terburu-buru, sibuk, dan memiliki banyak keinginan serta menghadapi kompetisi yang semakin tinggi, kita tidak lepas dari pengalaman negatif yang dapat menimbulkan kemarahan.

Kemarahan bisa menjadi reaksi yang sehat untuk menghadapi setiap ketidakadilan atau ketidakpatutan yang kita terima. Tetapi, di dunia yang serba mudah 'menyulut kemarahan' ini, bila kita tidak dapat mengendalikan emosi dengan lebih baik, bisa-bisa kita marah sepanjang waktu.

Apa itu kemarahan?

Kita mungkin berpikir bahwa kemarahan disebabkan oleh perubahan hormonal atau aktivitas otak. Hal ini tidak seluruhnya benar. Para peneliti telah menemukan bahwa sementara hormon berperan dalam respon marah, aktivitas kognitif (berpikir) juga menyertainya.

Frustrasi dapat menyebabkan agresi, namun hal ini bisa dihindari. Ada orang merespon frustasi dengan kemarahan, sementara yang lain tidak. Dalam banyak budaya, orang diajarkan untuk merespon frustrasi dengan cara yang berbeda.

Bagi sebagian orang, membiarkan kemarahan meledak merupakan cara yang tepat untuk keluar dari rasa frustasi. Namun, hal ini tidak selalu berdampak baik. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa mengekspresikan kemarahan sering menimbulkan luka batin dan ketegangan dalam hubungan ketimbang menghasilkan ketenangan.

Dampak membiarkan kemarahan tidak terkendali

Membiarkan kemarahannya meledak atau melampiaskan kemarahan dapat menimbulkan hal-hal berikut:
  • Tekanan darah meningkat.
  • Masalah bukannya semakin baik, tetapi makin buruk.
  • Terlihat tampak kurang sopan atau tidak ramah dan mengintimidasi.
  • Orang lain bisa saja merespon dengan kemarahan sebagai akibat dari perilaku Anda.

Pengaruh kemarahan terhadap fisik

1. Jantung
Rasa marah berpengaruh pada jantung. Para peneliti di Stanford University menemukan bahwa dari semua ciri-ciri kepribadian yang ditemukan pada Pasien tipe A, potensi kemarahan adalah prediktor kunci dari penyakit koroner. Kombinasi kemarahan dan permusuhan adalah hal yang paling mematikan.

2. Perut dan usus.
Kemarahan memiliki efek yang sangat negatif pada perut dan bahkan dikaitkan dengan perkembangan kolitis ulserativa.

3. Sistem saraf
Kemarahan dapat memicu perubahan hormon. Kemarahan yang ditekan dapat berbahaya karena akan mengaktifkan respon sistem saraf simpatik tanpa memberikan pelepasan ketegangan. Hal ini dapat digambarkan seperti menekan pedal gas mobil, sambil menginjak rem.

Mengapa Kita Marah?

Kemarahan adalah respon kita terhadap stress. Kemarahan bisa menjadi respon untuk menghindari perasaan emosi lainnya, seperti kecemasan atau terluka, dan kadang-kadang kemarahan merupakan cara memobilisasi diri dalam menghadapi ancaman.

Menghindari kemarahan tidak sepenuhnya berada di tangan kita. Seringkali situasi di luar diri merupakan pemicu kemarahan. Apakah kemarahan merupakan hal buruk? Tidak selalu demikian. Kemarahan kadang berguna untuk meminimalkan stres.

Perhatikan contoh berikut:
Anda bekerja keras sepanjang hari di kantor, dan melanjutkannya di rumah untuk memenuhi tenggat waktu. Anak-anak Anda mulai bermain di sekitar Anda, dan menciptakan kebisingan. Sementara itu, Anda terus melanjutkan pekerjaan tanpa menghiraukan mereka. Akan tetapi, anak-anak semakin menjadi-jadi. Sekarang mereka merengek-rengek untuk dibawa jalan-jalan. Anda mungkin marah dan berkata “Tidak! Kalian tak lihat ayah lagi sibuk?”

Dari pagi hingga sore Anda berada di luar mengurus hal-hal yang berhubungan dengan legalitas bisnis Anda. Menghadapi birokrasi yang berbelit-belit dan padat merupakan pekerjaan yang melelahkan sekaligus membuat stres. Bahkan, Anda tidak sempat makan siang demi membereskan urusan Anda. Akhirnya sore hari Anda pulang, dengan urusan yang belum selesai sepenuhnya. Setibanya di rumah, istri Anda belum selesai menyiapkan makan malam. Anda pun berujar “Mengapa begitu lama? Tau begini, saya sudah makan di luar!”.

Kedua contoh di atas dapat memperlihatkan bahwa emosi negatif seperti: rasa cemas, terburu-buru, kelelahan, depresi, takut, merasa diabaikan atau terancam, merasa bersalah, malu atau terluka, merasa kehilangan, dan sebagainya dapat menimbulkan kemarahan.

Cara mengendalikan kemarahan

Bila kita mengalami situasi yang menimbulkan emosi-emosi negatif tersebut di atas, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengendalikan diri agar tidak terbakar dalam kemarahan:
  1. Jauhkan diri sementara. Tarik nafas dalam dan keluarkan perlahan. Cara ini membantu Anda untuk menormalkan ritme jantung dan menenangkan diri untuk berpikir jernih.
  2. Pergi tidur, dengar musik, atau keluar menikmati secangkir kopi atau eskrim
  3. Melakukan pendekatan penyelesaian masalah, misalnya mengklarifikasi duduk permasalahan. Mendengar dan berusaha memahami persepsi orang lain.
  4. Memaafkan
Situasi yang memicu timbulnya kemarahan mungkin tidak dapat kita hindari. Itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita dapat mengendalikan emosi, demi kebaikan dan kesehatan fisik kita, serta hubungan kita dengan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar